“Dan sungguh, Kami akan menguji kamu dengan sedikit rasa takut, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar.” – (QS. Al-Baqarah: 155)
Kecemasan, Depresi, dan Burnout itu Nyata – Bukan Kurang Iman
Banyak dari kita yang masih terjebak pada stigma lama: kalau sedang cemas, depresi, atau burnout, itu artinya kurang ibadah, kurang bersyukur, atau kurang dekat dengan Allah. Tapi, benarkah sesederhana itu?
Kesehatan mental adalah bagian dari kesehatan secara keseluruhan. WHO menyatakan bahwa satu dari delapan orang di dunia mengalami gangguan mental (WHO, 2022). Di Indonesia UNICEF (2021) mencatat bahwa 57% anak muda pernah merasa sangat cemas atau putus asa selama lebih dari dua minggu berturut-turut. Sementara itu, berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, sekitar 6% dari penduduk berusia 15 tahun ke atas mengalami gangguan mental emosional, terutama kecemasan dan depresi.
Anak muda menjadi kelompok paling rentan, apalagi di era digital dengan tekanan sosial media, tuntutan karier, dan ketidakpastian masa depan. Belum lagi fenomena “hustle culture” yang memaksa kita terus produktif, hingga sering berujung pada burnout, kondisi kelelahan fisik, mental dan emosional yang parah.
Apa itu Kecemasan, Depresi, dan Burnout?
- Kecemasan (Anxiety) adalah reaksi tubuh terhadap stres yang berlebihan, yang bisa membuat jantung berdebar, pikiran kacau, hingga sulit tidur
- Depresi adalah kondisi mental serius yang ditandai dengan kesedihan mendalam, hilangnya minat, merasa tidak berharga, dan bisa berlangsung berminggu-minggu hingga bertahun-tahun
- Burnout lebih umum terjadi di kalangan pelajar dan pekerja: rasa lelah ekstrem, munculnya sikap cuek atau muak terhadap tugas-tugas yang dulu dianggap penting, serta perasaan tidak produktif meski sudah berusaha keras.
Yang mindblowing? Otak kita bisa berubah bentuk karena stres kronis. Studi dari Yale University menemukan bahwa stres jangka panjang dapat mengecilkan bagian otak yang berfungsi untuk belajar dan mengingat, yaitu hippocampus (Shields dkk, 2016).
Perspektif Islam: Jiwa Lelah Butuh Rehat, Bukan Dihakimi
Islam memandang manusia sebagai makhluk holistik– fisik, mental, dan spiritual. Dalam Al-Qur’an, Allah menyebutkan kondisi psikologis manusia dalam berbagai bentuk:
- Nabi Ya’qub bersedih hingga penglihatannya hilang karena kehilangan anaknya, Yusuf (QS. Yusuf: 84)
- Maryam mengalami tekanan mental berat saat melahirkan sendiri di bawah pohon kurma (QS. Maryam: 23)
- Nabi Muhammad SAW sendiri pernah berada dalam kondisi kesedihan mendalam dalam peristiwa ‘Aam al-Huzn (Tahun Kesedihan)