Kita hidup di era yang bikin kita merasa gagal cuma karena belum punya ‘sesuatu’ di umur 20-an. Padahal, bisa bikin indomie malam-malam dan nonton ulang kartun masa kecil aja udah cukup bikin hati tenang. Tapi, kenapa hal-hal seperti itu sering kita anggap tidak penting?
Kenapa Kita Sering Lupa untuk Bersyukur?
Dalam kehidupan yang serba cepat dan serba “target”, kita sering terlalu fokus pada hal besar, seperti kelulusan, promosi, pasangan ideal, sampai lupa kalau yang menjaga kewarasan kita justru hal-hal kecil: tawa sahabat, pelukan hangat ibu, atau bahkan playlist spotify yang pas banget dengan mood kita.
Menurut Dr. Robert Emmons, seorang profesor psikologi dari University of California, rasa syukur memiliki kekuatan terapeutik yang besar. Dalam salah satu penelitiannya, orang yang rutin menuliskan tiga hal yang mereka syukuri setiap hari mengalami peningkatan kebahagiaan sebesar 25% hanya dalam 10 minggu (Emmons & McCullogh, 2003).
Tapi menariknya, efek ini bukan muncul dari momen besar, melainkan dari konsistensi dalam menghargai hal kecil.
Psikologi di Balik “Syukur Harian”
Rasa syukur bukan sekedar emosi positif. Dalam Psikologi, syukur adalah bentuk kognisi aktif, yakni proses sadar untuk mempersepsi kebaikan. Ketika kita melatih otak untuk melihat yang baik, kita melawan bias negatif alami otak yang disebut negativity bias, yaitu kecenderungan otak manusia untuk lebih fokus pada hal-hal buruk demi bertahan hidup.
Tapi di era modern, bias ini justru membuat kita mudah stres, cemas, dan membandingkan diri. Maka, ketika kita secara aktif memilih bersyukur, meski hanya untuk langit yang cerah atau suara rintik hujan, kita sedang melakukan perlawanan mental terhadap overthinking.
Hal Kecil Tapi Berdampak Besar
Berikut beberapa hal kecil yang bisa kamu sadari setiap hari, yang diam-diam menjaga kesehatan mentalmu:
- Cahaya matahari pagi yang menyentuh kulit wajah. Ini bukan cuma estetika. Sinar matahari membantu produksi serotonin, hormon yang meningkatkan suasana hati (NIMH, 2020)
- Aroma makanan rumahan atau kopi favoritmu. Aroma memiliki koneksi langsung ke sistem limbik otak yang mengatur emosi.
- Pelukan, sentuhan, atau senyuman dari orang yang kamu sayangi. Sentuhan fisik melepaskan oksitosin, hormon kedekatan yang meredakan stres.