Mamuju – Upaya penurunan emisi akibat deforestasi dan degradasi hutan di Provinsi Sulawesi Barat memasuki tahap baru. Hal ini dibahas dalam pertemuan rutin Kelompok Kerja (Pokja) REDD+ atau Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation Provinsi Sulbar yang digelar di Kantor Dinas Kehutanan, Kamis (2/10/2025).
Badan Perencanaan Pembangunan, Riset, dan Inovasi Daerah (Bapperida) Sulbar turut berperan aktif dalam forum tersebut. Mewakili Kepala Bapperida, Junda Maulana, Kepala Bidang Infrastruktur dan Kewilayahan, Arjanto, menegaskan bahwa rapat ini merupakan tindak lanjut dari perjanjian penyaluran Result Based Payment (RBP) REDD+ Green Climate Fund (GCF) Output II periode 2024–2027, yang telah disetujui oleh Badan Pengelolaan Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) pada 10 Oktober 2024.
Langkah strategis ini juga sejalan dengan Misi keempat Gubernur Sulbar, Suhardi Duka, dan Wakil Gubernur, Salim S. Mengga, yakni membangun infrastruktur, memperkuat konektivitas, serta menjaga kelestarian lingkungan hidup.
Dana REDD+ tersebut disalurkan melalui Lembaga Perantara (LEMTARA), yakni Yayasan Sulawesi Cipta Forum (SCF), yang berperan sebagai pelaksana program di lapangan.
Dengan mengusung tema “Kolaborasi Para Pihak untuk Optimalisasi Hutan dan Lahan yang Berkontribusi terhadap Penurunan Emisi dan Peningkatan Penghidupan Berkelanjutan di Sulawesi Barat”, rapat kali ini berfokus pada tiga agenda utama:
Pemaparan progres semester II pelaksanaan program RBP REDD+ oleh SCF. Pembahasan perkembangan dokumen Forest Reference Emission Level (FREL) / Forest Reference Level (FRL) sebagai baseline pengukuran emisi historis. Penyelarasan tindak lanjut lintas sektor untuk mempercepat pencapaian target penurunan emisi.