Sementara itu, Kang Maman Suherman menegaskan pentingnya mengubah wacana menjadi tindakan nyata.
“Gerakan literasi bukan hanya soal diksi, narasi, atau regulasi. Yang paling penting adalah aksi,” tegasnya, disambut tepuk tangan peserta.
Selain dialog, Festival Literasi Assamalewuang juga menampilkan Anugerah Literasi, Jalan Santai, serta Bazar dan Pameran UMKM. Rangkaian kegiatan ini menjadi bagian dari Program Transformasi Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial, yang menempatkan perpustakaan sebagai pusat kegiatan komunitas sekaligus penggerak ekonomi lokal.
Melalui festival ini, gema “Sulbar Mandarras” tidak sekadar menjadi slogan, tetapi mulai diwujudkan dalam aksi kolektif masyarakat untuk membangun tanah Mandar dan Sulawesi Barat yang maju, cerdas, dan berdaya saing. (*/wu)